Beranda Nasional Perampasan Laut Berkedok Proyek Strategis Nasional: Nelayan Kecil Teriak Ketidakadilan, Pemerintah Diduga...

Perampasan Laut Berkedok Proyek Strategis Nasional: Nelayan Kecil Teriak Ketidakadilan, Pemerintah Diduga Berpihak pada Korporasi

72
0
BERBAGI

Cimutnews. Tanggerang – Polemik Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2 dan pembangunan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang kembali memicu gelombang protes. Nelayan dan kelompok masyarakat pesisir Banten menuding proyek ini sebagai bentuk nyata privatisasi sumber daya laut yang mengakibatkan nelayan kecil kehilangan akses dan kontrol atas wilayah perairan.

Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang telah menerbitkan Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 300 hektar di perairan pesisir, yang memunculkan kritik keras dari berbagai pihak. Menurut Oktrikama Putra dari EKOMARIN, kebijakan ini adalah “kejahatan perampasan laut” yang dilegitimasi oleh aturan turunan dari UU Cipta Kerja, seperti PP 18/2021 dan PP 43/2021.

“Laut Kami Jangan Dikapling!”

Kholid Miqdar, nelayan Banten yang tergabung dalam FKPN Banten, menegaskan bahwa proyek ini tidak hanya merugikan nelayan di Tangerang, tetapi juga berdampak pada mereka yang berada di wilayah Jakarta. Dalam pernyataannya, Kholid mengajukan lima tuntutan utama: menolak privatisasi laut, menghentikan pengurukan tambak dan sawah untuk kepentingan pengusaha, serta melawan dominasi korporasi yang dinilai mendapat keistimewaan dibandingkan rakyat kecil.

“Kami rakyat negara Indonesia tidak ingin dikuasai dan dikendalikan oleh korporasi rakus. Jika instrumen negara tidak melindungi kami, maka kami akan melawan sendiri,” tegas Kholid.

Pemerintah Dituntut Bertindak Tegas

Sejak masalah ini mencuat pada Oktober 2025, pemerintah pusat dan daerah dinilai tidak mengambil langkah tegas. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, dan jajarannya dikritik keras karena dianggap justru memberikan izin yang memungkinkan perampasan laut terjadi. EKOMARIN bersama FKPN Banten bahkan menyebut tindakan ini melanggar konstitusi UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010.

“Ini adalah bentuk nyata dari ketimpangan kekuasaan antara nelayan kecil dan pemilik modal. Pemerintah seharusnya memberikan perlindungan, bukan membiarkan perampasan ini terjadi,” ujar Oktrikama.

Tuntutan Hukum dan Keadilan

EKOMARIN mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan hukum terhadap individu maupun korporasi yang diduga terlibat dalam pelanggaran ini. Berdasarkan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pelaku dapat dijerat dengan ancaman pidana, termasuk Pasal 73 ayat (1) huruf g dan Pasal 75

Protes dari nelayan dan masyarakat pesisir Banten ini menjadi pengingat bahwa akses terhadap laut bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga hak hidup dan keadilan sosial yang harus dijaga.

sumber : Rubik Banten

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here