Beranda Opini “Ketika Demokrasi Ditakuti: Ancaman terhadap Calon Independen dan Ketakutan Elite di Balik...

“Ketika Demokrasi Ditakuti: Ancaman terhadap Calon Independen dan Ketakutan Elite di Balik Pilkada Pangkalpinang”

44
0
BERBAGI
Penulis : Puteri Utami, S.P., C.PW Alumni Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (UNSRI) Tahun 2023, saat ini menjadi Editor di Jejaring Media KBO Babel. Artikel/Opini dibuat berdasarkan pemberitaan dari media online Babel tertanggal 24 April 2025.

Pilkada Pangkalpinang bukan sekadar kontestasi mencari pemimpin. Ia telah berubah menjadi panggung pertarungan antara kekuatan lama dan harapan baru. Bukan karena adu visi atau debat publik yang mendalam, tapi karena adanya tudingan yang bisa mencoreng nilai-nilai demokrasi itu sendiri.

Tuduhan penyalahgunaan data pribadi yang diarahkan kepada Tim Merdeka, pendukung pasangan calon independen Eka Mulya Putra – Radmida Dawam, terasa lebih politis daripada faktual. Sebab, proses verifikasi dukungan calon independen bukan hal sepele. Semua diawasi KPU dan Bawaslu, dengan prosedur ketat dan transparan. Maka pertanyaannya, siapa yang diuntungkan dari keributan ini?

Ketika bazar minyak goreng murah yang digelar Tim Merdeka mendapat atensi, narasi pun tiba-tiba berbelok. Kegiatan sosial yang lazim dilakukan oleh partai politik, kini dicurigai sebagai modus pencurian data. Padahal, bentuk kegiatan itu bukan hal baru dalam politik lokal. Yang baru adalah pelakunya: calon dari luar sistem.

Dan inilah akar masalahnya.

Calon independen dianggap ancaman. Bukan karena mereka curang, tapi karena mereka berani. Mereka tidak tunduk pada peta kekuasaan lama, tidak tersandera oleh kontrak politik internal partai. Itulah yang membuat mereka “berbahaya” bagi status quo. Maka, segala cara digunakan untuk menjegal: framing media, tudingan sepihak, hingga kemungkinan intimidasi lapangan.

Maka wajar jika publik harus waspada. Demokrasi bukan hanya tentang memilih, tetapi tentang siapa yang boleh maju dan bagaimana mereka diperlakukan selama proses. Ketika calon independen terus-menerus dicurigai, diframing negatif, bahkan dihalangi dengan tuduhan yang belum terbukti, maka kita sedang menyaksikan demokrasi yang dikebiri—bukan oleh rakyat, tapi oleh elite yang ketakutan.

Pertanyaan besar yang seharusnya menggema dari Pangkalpinang adalah ini:
Apakah demokrasi lokal kita masih sehat, jika calon independen harus “berdarah-darah” hanya untuk ikut bertanding?

Kita tidak butuh demokrasi kosmetik yang hanya mempercantik partai lama dengan pemain lama. Kita butuh demokrasi yang terbuka untuk suara baru, wajah baru, dan keberanian baru. Dan jika keberanian itu datang dari Tim Merdeka atau dari siapa pun yang independen, maka publik seharusnya memberi ruang, bukan menguburnya dengan fitnah.

Karena di balik setiap tuduhan politis, ada ketakutan akan perubahan. Dan perubahan, dalam konteks ini, adalah harapan rakyat yang terlalu lama disandera oleh sistem yang tertutup.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here