
Ogan Ilir (Sumsel), Cimutnews.co.id — Sebuah tindakan tak pantas kembali mencoreng integritas pejabat publik. Kali ini, sorotan tajam mengarah kepada Camat Pemulutan Selatan, Kabupaten Ogan Ilir, Robinhud, yang diduga kuat mengganti pelat merah kendaraan dinas menjadi pelat putih layaknya mobil pribadi. Ironisnya, saat hendak dikonfirmasi oleh awak media, sang camat justru membentak dan mengabaikan etika komunikasi publik.
Peristiwa ini terjadi pada Kamis (19/6/2025). Mobil dinas berpelat nomor BG 9097 TZ, yang semestinya berwarna merah sebagai tanda kepemilikan negara, didapati telah berganti rupa menjadi BG 9097 TF — pelat putih yang umum digunakan kendaraan pribadi.
Tak pelak, tindakan tersebut mengundang keprihatinan dan kritik dari masyarakat. Pasalnya, mobil dinas sejatinya digunakan untuk keperluan kedinasan, bukan kepentingan pribadi, apalagi jika sampai merubah identitas kendaraan secara ilegal.
Ketika awak media mencoba mengonfirmasi perihal dugaan pelanggaran tersebut, Robinhud justru menunjukkan sikap yang jauh dari harapan seorang pejabat publik. Dengan nada tinggi, ia membentak wartawan dan menyampaikan pembelaan yang menuai tanya.
“Kenapa sama pelat mobil? Mobil itu saya pakai kondangan di hari Minggu. Jadi tidak enak kalau memakai pelat merah. Dan kenapa saya yang jadi konsumsi publik, sementara banyak pejabat lain juga mengganti pelat merah jadi pelat putih,” ujarnya dengan nada membela diri.
Lebih lanjut, ketika ditanya mengenai dasar legalitas pergantian pelat kendaraan tersebut, Camat Robinhud tak mampu menunjukkan dokumen resmi. Ia hanya menyebut, “Suratnya ada di rumah.”
Padahal, sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya Pasal 280, setiap kendaraan bermotor wajib menggunakan tanda nomor kendaraan sesuai ketentuan. Penggantian pelat tanpa izin dapat dikategorikan sebagai pelanggaran lalu lintas.
Tak hanya itu, Pasal 263 KUHP juga menyebutkan bahwa pemalsuan dokumen — termasuk perubahan identitas kendaraan secara ilegal — dapat dijerat pidana sebagai tindakan pemalsuan.
Pertanyaannya kini, pantaskah seorang pejabat publik melakukan perbuatan yang terang-terangan bertentangan dengan hukum dan mengabaikan etika publik?
Di tengah sorotan masyarakat terhadap transparansi dan akuntabilitas pejabat negara, kasus ini menjadi refleksi buruk atas tata kelola pemerintahan di tingkat daerah. Sikap arogansi terhadap pers dan dugaan penyalahgunaan fasilitas negara tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Cimutnews.co.id akan terus menelusuri dan mengawal kasus ini, demi memastikan bahwa hukum benar-benar berdiri tegak, tak pandang jabatan, dan demi menjaga marwah pelayanan publik yang bersih dan bertanggung jawab. (*)