Beranda Nasional Harga Gabah Rp 6.500 Harus Diterima Petani, Panja DPR Ingatkan Bulog Jaga...

Harga Gabah Rp 6.500 Harus Diterima Petani, Panja DPR Ingatkan Bulog Jaga HPP

16
0
Anggota Panja Komisi IV DPR RI, Khalid, saat meninjau gudang Bulog Subang, Jawa Barat, Senin (8/9/2025). Ia menegaskan harga gabah Rp 6.500 per kilogram harus benar-benar diterima petani. Foto: Eno/vel

Subang, cimutnews.co.id – Harga pembelian gabah sebesar Rp 6.500 per kilogram yang ditetapkan pemerintah harus benar-benar dirasakan langsung oleh petani. Hal itu ditekankan Anggota Panitia Kerja (Panja) Penyerapan Gabah dan Jagung Komisi IV DPR RI, Khalid, saat melakukan kunjungan kerja ke gudang Bulog Subang, Jawa Barat, Senin (8/9/2025).

Menurut Khalid, penetapan harga oleh pemerintah bukan hanya sebatas kebijakan administratif di atas kertas, melainkan harus menjadi instrumen nyata untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Ia menegaskan bahwa harga pembelian pemerintah (HPP) tidak boleh berhenti hanya di Bulog, sementara di lapangan petani tetap terpaksa menjual gabah ke tengkulak dengan harga yang lebih rendah.

Harga Bukan Formalitas, Harus Menyentuh Petani

Dalam keterangannya, Khalid menegaskan bahwa Rp 6.500 per kilogram bukanlah angka simbolis, melainkan janji negara kepada petani. Ia mengingatkan semua pihak agar tidak memperlakukan kebijakan harga ini sekadar formalitas.

“Harapan kita jelas, Rp 6.500 ini bukan hanya harga masuk Bulog saja, tapi harga yang diterima petani. Jangan sampai petani kita dirugikan karena tengkulak membeli lebih rendah,” ujar Khalid.

Ia menilai, selama ini persoalan harga gabah di tingkat petani masih jauh dari harapan. Banyak petani terpaksa melepas hasil panennya dengan harga rendah akibat tekanan kebutuhan ekonomi dan lemahnya posisi tawar. Kehadiran Bulog seharusnya menjadi penyangga yang melindungi petani, bukan justru membuat mereka bergantung pada tengkulak.

Pentingnya Implementasi HPP di Lapangan

Khalid menekankan bahwa pemerintah bersama Bulog memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan kebijakan HPP berjalan efektif. Kebijakan harga hanya akan bermakna bila seluruh rantai distribusi, mulai dari gudang Bulog hingga ke desa-desa sentra produksi, dapat merasakan dampaknya.

“Panja DPR hadir untuk melakukan pengawasan sekaligus mendorong agar sistem distribusi tidak merugikan petani. Kita ingin memastikan kebijakan harga pembelian pemerintah benar-benar terlaksana di lapangan,” kata Khalid.

Ia juga menyoroti praktik di lapangan yang kerap tidak sejalan dengan kebijakan pusat. Banyak petani mengaku masih menjual gabah di bawah harga HPP karena keterbatasan akses ke Bulog atau karena proses penyerapan yang lambat. Menurutnya, hal ini tidak boleh terus dibiarkan.

Risiko Bila HPP Tidak Optimal

Kegagalan implementasi HPP bisa berdampak serius bagi dunia pertanian. Petani yang merasa dirugikan dapat kehilangan semangat menanam, sehingga berpengaruh pada produksi beras nasional. Selain itu, jika harga di tingkat petani terlalu rendah, maka kesejahteraan mereka terancam.

Khalid menilai, kebijakan HPP merupakan salah satu instrumen penting negara untuk menjaga ketahanan pangan. Tanpa perlindungan harga, rantai pasokan pangan akan terganggu. “Kalau harga di petani tidak dijaga, lama-lama mereka enggan menanam padi. Ini bisa berbahaya bagi ketersediaan pangan kita,” tegasnya.

Dorongan untuk Bulog dan Pemerintah

Dalam kesempatan tersebut, Panja DPR mendesak Bulog agar memperkuat perannya sebagai lembaga penyangga harga. Bulog harus hadir lebih dekat ke petani, bukan hanya menunggu gabah masuk ke gudang.

Menurut Khalid, salah satu cara memperbaiki sistem adalah dengan meningkatkan jaringan gudang dan memperluas akses penyerapan hingga ke pelosok desa. Selain itu, pemerintah pusat dan daerah perlu berkoordinasi lebih baik dalam mengawasi praktik distribusi gabah.

“Kita mendorong Bulog agar benar-benar menjalankan fungsi stabilisasi harga. Jangan sampai petani merasa ditinggalkan, sementara tengkulak bebas bermain harga,” ujarnya.

Harapan Petani di Subang

Bagi para petani Subang, kebijakan harga Rp 6.500 per kilogram dianggap sebagai langkah positif, meski realisasinya masih jauh dari ideal. Beberapa petani mengaku, harga di tingkat lapangan kerap tidak sesuai dengan ketetapan pemerintah.

Seorang petani yang ditemui usai kunjungan Panja menuturkan, “Kalau Bulog bisa beli dengan harga sesuai pemerintah, kami senang. Tapi kenyataannya sering beda di lapangan. Kadang tengkulak beli lebih murah, dan kami terpaksa jual karena butuh uang cepat.”

Testimoni ini memperkuat pandangan Panja DPR bahwa perbaikan sistem distribusi harus segera dilakukan. Tanpa pengawasan ketat, kebijakan harga hanya akan menjadi angka tanpa makna.

Momentum Penguatan Kebijakan Pangan

Kunjungan Panja DPR RI ke gudang Bulog Subang bukan sekadar agenda rutin, melainkan momentum untuk memperkuat kebijakan pangan nasional. Harga gabah Rp 6.500 per kilogram harus dipastikan benar-benar sampai ke tangan petani sebagai bentuk perlindungan negara terhadap para pelaku utama sektor pertanian.

Dengan tata kelola yang lebih transparan, penyerapan yang cepat, serta jaringan distribusi yang merata, Bulog diharapkan mampu memainkan peran strategisnya dalam menjaga stabilitas harga sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.

“Kalau harga dijaga sesuai aturan, semua pihak akan diuntungkan. Petani sejahtera, Bulog menjalankan tugasnya, dan masyarakat tetap bisa mendapatkan beras berkualitas dengan harga stabil,” pungkas Khalid. (Asep)