
Jakarta, cimutnews.co.id – Tim Komisi VI DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke PT Pupuk Kujang di Karawang, Jawa Barat, Senin (8/9/2025). Dalam agenda ini, para legislator tidak hanya menyoroti persoalan klasik seputar ketersediaan pupuk bagi petani, tetapi juga menggarisbawahi tantangan strategis jangka panjang yang dihadapi industri pupuk nasional.
Dialog antara Komisi VI DPR RI dengan jajaran direksi PT Pupuk Kujang berlangsung hangat dan sarat diskusi strategis. Salah satu isu utama yang mengemuka adalah pergeseran tren global dari penggunaan pupuk anorganik menuju pupuk organik, yang sejalan dengan arah kebijakan lingkungan internasional.
Dampak Paris Agreement terhadap Industri Pupuk
Komitmen Indonesia terhadap Paris Agreement 2050 menjadi salah satu faktor penting yang dibicarakan. Kesepakatan global tersebut menargetkan penghapusan penggunaan energi fosil secara bertahap. Padahal, industri pupuk di Indonesia saat ini masih sangat bergantung pada energi fosil, khususnya gas alam, sebagai bahan baku utama.
Situasi ini tentu menjadi tantangan besar bagi perusahaan pupuk nasional. Tanpa strategi adaptif, sektor pupuk berpotensi terguncang oleh perubahan regulasi dan tren pasar global yang semakin menekankan pada keberlanjutan (sustainability).
Firman Soebagyo: Panja Pupuk Harus Visioner
Anggota Komisi VI DPR RI, Firman Soebagyo, menegaskan bahwa persoalan pupuk tidak boleh hanya dipandang dari sisi ketersediaan jangka pendek. Ia menyebut Panja Pupuk di DPR perlu menyiapkan langkah-langkah antisipatif agar industri pupuk Indonesia tetap mampu bersaing.
“Panja Pupuk tidak bisa hanya bicara kondisi hari ini, tapi harus menyiapkan langkah antisipasi. Pemerintah bersama Pupuk Indonesia sudah memiliki roadmap, dan DPR siap memberi dukungan politik agar tahapannya bisa berjalan,” ujar Firman.
Menurutnya, dukungan politik menjadi kunci agar kebijakan strategis yang telah dirancang pemerintah tidak hanya berhenti di atas kertas, tetapi benar-benar diimplementasikan secara konsisten.
Ketahanan Pangan Jadi Taruhan
Lebih lanjut, Firman menekankan bahwa pembahasan mengenai industri pupuk erat kaitannya dengan ketahanan pangan nasional. Jika pupuk tidak tersedia atau harganya melonjak, maka petani akan kesulitan memproduksi pangan secara optimal. Dampaknya bisa langsung dirasakan masyarakat melalui harga bahan pokok yang tidak stabil.
“Kita harus pastikan bahwa kebutuhan pangan rakyat terpenuhi, namun di saat yang sama industri pupuk kita mampu beradaptasi dengan perubahan global,” tambah Politisi Fraksi Partai Golkar itu.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa DPR memandang isu pupuk tidak sekadar soal logistik pertanian, tetapi juga menyangkut hajat hidup orang banyak.
Pergeseran ke Pupuk Organik: Tantangan sekaligus Peluang
Salah satu isu yang menjadi sorotan dalam kunjungan tersebut adalah tren global peralihan dari pupuk anorganik ke pupuk organik. Dunia semakin menuntut pertanian yang ramah lingkungan, rendah emisi karbon, dan tidak bergantung pada bahan kimia berlebih.
Bagi Indonesia, tren ini bisa menjadi tantangan sekaligus peluang. Di satu sisi, industri pupuk nasional harus berbenah dengan teknologi baru agar tidak ketinggalan. Di sisi lain, potensi pupuk organik di tanah air sangat besar karena ketersediaan bahan baku alami yang melimpah.
Komisi VI DPR RI menilai, jika transisi ini dikelola dengan baik, Indonesia bukan hanya bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga berpeluang menjadi pemain utama pupuk organik di pasar global.
Peran PT Pupuk Kujang dan Holding Pupuk Indonesia
PT Pupuk Kujang yang tergabung dalam holding Pupuk Indonesia memegang peran strategis dalam mendukung program pemerintah di sektor pupuk. Sebagai salah satu produsen utama, perusahaan ini tidak hanya dituntut menjaga distribusi pupuk bersubsidi, tetapi juga mengembangkan inovasi agar industri pupuk lebih adaptif terhadap tuntutan zaman.
Dalam dialog dengan DPR, jajaran direksi PT Pupuk Kujang menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan kapasitas produksi sekaligus berinvestasi pada riset pengembangan pupuk ramah lingkungan.
Kolaborasi Pemerintah, DPR, dan Industri
Kunjungan kerja Komisi VI ini juga menegaskan pentingnya kolaborasi antara DPR, pemerintah, dan pelaku industri pupuk. Ketiganya harus saling bersinergi agar roadmap transisi energi dan transformasi industri pupuk dapat berjalan mulus.
Tanpa dukungan regulasi dan kebijakan politik yang jelas, perusahaan pupuk akan kesulitan melakukan investasi jangka panjang. Begitu pula, tanpa kesiapan industri, target pemerintah dalam Paris Agreement akan sulit tercapai.
Ketersediaan Pupuk Masih Jadi PR
Meski fokus utama kunjungan adalah arah strategis industri pupuk, DPR tidak melupakan persoalan klasik: ketersediaan pupuk bagi petani. Keluhan petani terkait pupuk bersubsidi yang sering langka atau sulit diakses masih menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan.
Komisi VI menekankan agar distribusi pupuk bersubsidi dilakukan lebih transparan dan tepat sasaran. Pengawasan yang ketat dibutuhkan untuk memastikan tidak ada kebocoran atau penyalahgunaan dalam penyaluran.
Menatap Masa Depan Pertanian Indonesia
Kunjungan Komisi VI DPR RI ke PT Pupuk Kujang Karawang menjadi momentum penting dalam merumuskan arah baru kebijakan pupuk nasional. Dengan tantangan global yang semakin kompleks, langkah antisipatif harus segera diambil agar industri pupuk tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh lebih kuat.
Industri pupuk bukan sekadar bisnis, tetapi bagian dari sistem ketahanan pangan Indonesia. Dukungan regulasi, komitmen industri, serta sinergi lintas sektor akan menjadi penentu masa depan pertanian Indonesia di tengah perubahan iklim dan transisi energi dunia. (Asep)













