Beranda Nusantara Festival Pasar Rakyat 2025 di Bukittinggi: Antara Romantisme Pasar Tradisional dan Suara...

Festival Pasar Rakyat 2025 di Bukittinggi: Antara Romantisme Pasar Tradisional dan Suara Kritis Pedagang Kecil

40
0
Suasana semarak Festival Pasar Rakyat (FPR) 2025 di Pasar Atas Bukittinggi, Sumatera Barat. Ratusan warga dan wisatawan memadati area acara yang menampilkan stan UMKM, literasi keuangan syariah, serta aneka kuliner khas Minang

BUKITTINGGI, cimutnews.co.id – Ada aroma nostalgia bercampur semangat baru yang menyelimuti udara sejuk Bukittinggi akhir pekan ini. Setelah sukses di Banda Aceh, kini giliran kota berhawa dingin dengan ikon legendaris Jam Gadang itu menjadi panggung kedua Festival Pasar Rakyat (FPR) 2025.

Festival ini bukan sekadar ajang hiburan, tetapi sebuah upaya konkret menghidupkan kembali denyut pasar tradisional — pusat ekonomi rakyat yang kini kian terdesak oleh arus digitalisasi dan maraknya gerai modern.

Pasar Tradisional, Napas Ekonomi Rakyat

Diselenggarakan oleh Adira Finance Syariah, berkolaborasi dengan Danamon Syariah dan Zurich Syariah, festival ini akan menyapa empat kota besar di Sumatra: Banda Aceh, Bukittinggi, Bengkulu, dan Medan, sepanjang September hingga November 2025.

Untuk kota Bukittinggi, Pasar Atas dipilih sebagai jantung kegiatan pada Sabtu dan Minggu (4–5 Oktober 2025). Pilihan lokasi ini terasa tepat — strategis sekaligus simbolik — sebab di sinilah denyut ekonomi rakyat kota wisata itu paling terasa hidup.

“Pasar tradisional bukan cuma tempat jual beli, tapi ruang kehidupan masyarakat,” ujar H. Rul, salah satu pedagang lama di Pasar Atas, sambil tersenyum di sela tumpukan dagangan buah dan rempah yang ia jual.

Bagi para pedagang seperti Rul, festival ini adalah “angin segar” setelah lama berjuang menghadapi gempuran toko modern dan platform jual beli daring. Ia berharap acara ini bisa mengembalikan kejayaan pasar rakyat yang dulu menjadi pusat pertemuan sosial dan ekonomi warga Bukittinggi.

Denyut Harapan dari Lantai Pasar

Antusiasme pedagang tampak jelas. Spanduk warna-warni, musik rakyat, dan stan edukatif menambah semarak suasana. Banyak pedagang mengaku omzet mereka meningkat selama dua hari penyelenggaraan.

“Alhamdulillah ramai sekali. Banyak wisatawan mampir beli oleh-oleh setelah nonton acara,” kata Yuni, pedagang keripik sanjai yang lapaknya berdekatan dengan area festival.

Program ini memang dirancang bukan sekadar untuk meramaikan pasar, tapi juga memberi pendampingan literasi keuangan syariah, pelatihan wirausaha, hingga ruang promosi bagi pelaku UMKM lokal.

Menurut panitia, tujuan besar FPR 2025 adalah membangun kembali kesadaran generasi muda tentang pentingnya ekonomi kerakyatan berbasis nilai gotong royong. “Kami ingin mengajak anak muda kembali ke pasar, bukan hanya sebagai pembeli, tapi juga pelaku ekonomi kreatif,” ungkap salah satu perwakilan penyelenggara.

Nada Sumbang di Tengah Kemeriahan

Namun di tengah gemerlap festival, keluhan kecil sempat muncul dari sejumlah pedagang di sekitar Pasar Lereng dan sisi kiri area Pasar Atas. Mereka mengaku akses jalan menuju lapak mereka terhalang oleh tenda dan stan promosi yang memadati jalur utama.

“Kami senang ada acara besar, tapi jalan ke lapak kami jadi tersumbat. Pengunjung susah lewat, apalagi di akhir pekan yang ramai begini,” ujar seorang pedagang sayur yang enggan disebutkan namanya.

Beberapa pedagang lain juga berharap agar ke depan panitia lebih memperhatikan penataan lokasi acara agar tidak mengganggu aktivitas jual beli utama. Meski keluhan itu tidak bersifat besar, suara mereka menjadi pengingat penting bahwa menghidupkan ekonomi rakyat tidak hanya melalui gebyar acara, tapi juga lewat rasa adil dan kenyamanan bagi semua pelaku pasar.

Hingga berita ini diturunkan, Zulhendri, Kepala Bidang Pengelolaan Pasar Dinas Perdagangan Kota Bukittinggi, belum memberikan tanggapan resmi terkait aduan sejumlah pedagang tersebut.

Rangkaian Kegiatan yang Penuh Warna

Selama dua hari pelaksanaan, pengunjung disuguhi berbagai kegiatan menarik yang memadukan edukasi, hiburan, dan promosi produk lokal.

Mulai dari sosialisasi literasi keuangan syariah, lomba mewarnai untuk anak-anak TK, hingga promosi kuliner khas Bukittinggi seperti rendang, lamang tapai, dan kopi kawa daun yang menggoda lidah.

Selain itu, terdapat pula workshop pengemasan produk lokal, yang diikuti puluhan pelaku UMKM agar lebih siap bersaing di pasar modern tanpa kehilangan identitas tradisionalnya.

“Kegiatan ini menginspirasi kami untuk memperbaiki kemasan produk supaya lebih menarik tapi tetap mempertahankan cita rasa khas daerah,” tutur Dewi, pelaku usaha kuliner tradisional asal Nagari Sianok.

Ruang Kolaborasi Antara Dunia Usaha dan Masyarakat

FPR 2025 menjadi contoh bagaimana korporasi, komunitas, dan pemerintah daerah bisa bergandengan tangan menjaga eksistensi pasar rakyat. Sinergi ini memperlihatkan bahwa dunia usaha tidak hanya berorientasi pada profit, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial untuk memperkuat ekonomi kerakyatan.

Pihak penyelenggara menegaskan bahwa keberlanjutan pasar tradisional harus diimbangi dengan transformasi digital yang bijak, tanpa menghilangkan esensi sosialnya. Pasar bukan sekadar tempat transaksi, tapi juga ruang silaturahmi, tempat cerita dan kepercayaan tumbuh.

Menjaga Keseimbangan Antara Kemeriahan dan Keteraturan

Festival Pasar Rakyat 2025 di Bukittinggi menjadi potret nyata bagaimana romantisme budaya lama berjumpa dengan semangat ekonomi baru. Namun seperti pasar itu sendiri — hidup, riuh, dan kadang semrawut — penyelenggaraannya pun menuntut keseimbangan antara kemeriahan dan keteraturan.

Dengan latar megah Jam Gadang yang berdiri anggun di kejauhan, festival ini seolah mengingatkan bahwa modernisasi dan tradisi bisa berjalan beriringan. Asal, seperti kata salah seorang pedagang tua, “semangat itu perlu sedikit diatur agar tidak menutup jalan rezeki orang lain.

(Sumber: IMBCNews.com, diolah oleh Redaksi Cimutnews.co.id)