
Palembang, Sumsel, cimutnews.co.id — Dari tepian Sungai Musi yang menjadi saksi sejarah panjang peradaban Palembang, lahir sebuah karya unik yang kini mengudara hingga ke langit mancanegara. Namanya Layangan Bidar Wong Kito, hasil tangan kreatif Muhammad Yunus (70), warga Kelurahan Gandus, Palembang.
Namun karya ini bukan sekadar permainan tradisional — ia adalah simbol cinta terhadap budaya lokal yang terjalin antara seni, filosofi sungai, dan semangat wong kito yang tak lekang oleh waktu.
Sejak pertama kali dikembangkan pada tahun 2022, Layangan Bidar Wong Kito telah membawa nama Palembang ke berbagai festival layang-layang internasional. Karya yang menyerupai perahu bidar khas Sungai Musi ini telah tampil memukau di Johor (Malaysia), Fano (Denmark), hingga Dieppe (Prancis) pada September 2025 lalu.
“Setiap layangan yang saya buat membawa pesan bahwa budaya Palembang itu tidak kalah indah dan berkelas dengan budaya luar. Saya ingin dunia tahu bahwa wong kito juga punya karya yang bisa dibanggakan,” ujar Yunus dengan mata berbinar, saat ditemui di bengkel kecil miliknya yang sederhana namun penuh warna, Sabtu (5/10).
Karya Lokal yang Menembus Langit Dunia
Layangan Bidar Wong Kito memang berbeda dari layangan pada umumnya. Bentuknya menyerupai replika perahu bidar Palembang — lengkap dengan detail ukiran khas dan warna-warna cerah yang melambangkan kehidupan masyarakat di sepanjang Sungai Musi.
Selain itu, layangan ini juga membawa pesan filosofi tentang harmoni antara manusia dan alam, di mana angin dan tali menjadi simbol keterikatan antara masa lalu dan masa depan budaya lokal.
Muhammad Yunus mengaku, butuh ketekunan dan kesabaran dalam setiap proses pembuatannya. “Satu layangan bisa butuh waktu berhari-hari. Tidak bisa asal jadi. Harus presisi, karena layangan ini bukan hanya untuk dilihat, tapi juga harus bisa benar-benar terbang,” katanya sambil tersenyum.
Kerja keras Yunus berbuah manis. Sejak diperkenalkan ke publik, Layangan Bidar Wong Kito menjadi daya tarik utama dalam berbagai festival budaya internasional. Banyak pengunjung mancanegara yang terkesima dan membeli karya Yunus sebagai koleksi seni.
“Yang paling berkesan waktu di Prancis. Mereka kagum dan bilang belum pernah lihat layangan seperti ini. Rasanya bangga sekali bisa bawa nama Palembang ke sana,” kenangnya.
Dukungan dari ABRI-1 Sumsel: “Budaya Tak Boleh Padam”
Konsistensi Yunus menjaga tradisi di tengah derasnya arus modernitas mendapat apresiasi dari berbagai pihak, salah satunya Ketua ABRI-1 Sumatera Selatan, Salmi Herwani.
Menurutnya, karya seperti Layangan Bidar Wong Kito membuktikan bahwa semangat kebudayaan lokal Palembang masih hidup dan relevan di era globalisasi.
“Kami di ABRI-1 Sumsel sangat bangga dan mendukung penuh karya seperti Layangan Bidar Wong Kito. Ini bukti bahwa budaya kita tak pernah padam, hanya butuh ruang dan perhatian,” ujar Salmi Herwani saat diwawancarai di Palembang, Sabtu (5/10).
Ia menilai, ketika karya budaya lokal bisa menembus dunia, maka yang sebenarnya diangkat bukan hanya sebuah layangan, melainkan juga identitas dan semangat kebangsaan masyarakat Sumsel.
“Ketika karya lokal bisa menembus dunia, itu artinya semangat kebangsaan dan cinta daerah masih hidup di hati masyarakat. Kita harus dorong terus agar karya seperti ini tidak berhenti di satu generasi saja,” tambahnya.
Sinergi Budaya, Komunitas, dan Pemerintah
Dalam pandangan Salmi, pelestarian budaya tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan sinergi antara komunitas budaya, pemerintah daerah, dan organisasi masyarakat agar tradisi seperti Layangan Bidar Wong Kito bisa terus bertahan dan berkembang.
“Anak muda harus banyak belajar dari sosok seperti Pak Yunus. Beliau membuktikan bahwa cinta budaya bisa jadi jalan menuju prestasi. ABRI-1 siap menjadi garda pendukung kegiatan budaya seperti ini,” tegasnya.
Dukungan itu juga disambut baik oleh Yunus. Ia mengaku tidak mencari popularitas, melainkan ingin melihat lebih banyak generasi muda yang tertarik dengan seni tradisional.
“Saya cuma ingin budaya Palembang terus hidup. Kalau saya sudah tidak ada nanti, semoga masih ada anak-anak muda yang mau teruskan,” tuturnya dengan nada haru.
Layangan Bidar, Simbol Identitas Palembang
Perahu bidar yang menjadi inspirasi Yunus bukan sekadar alat transportasi tradisional, tapi juga ikon budaya Palembang yang sarat makna. Dalam sejarahnya, lomba bidar selalu menjadi bagian penting dalam setiap perayaan besar, terutama menyambut Hari Kemerdekaan dan HUT Kota Palembang.
Melalui karya layangannya, Yunus mencoba “menghidupkan kembali” semangat itu ke langit dunia. Setiap layangan yang terbang membawa identitas Palembang — dari motif, warna, hingga filosofi Sungai Musi yang mengalir di tengah kota.
Kini, Layangan Bidar Wong Kito tidak hanya menjadi hobi atau karya seni, tapi telah menjelma sebagai ikon budaya baru yang memperkenalkan Palembang ke panggung internasional.
Festival di Denmark dan Prancis menjadi bukti bahwa warisan lokal bisa bersaing secara global, asalkan dibungkus dengan semangat dan inovasi. “Yang penting kita percaya diri dulu. Budaya kita indah, tinggal bagaimana kita merawatnya,” kata Yunus menutup perbincangan.
Inspirasi untuk Generasi Muda
Dari bengkel sederhana di Gandus, Yunus membuktikan bahwa cinta terhadap budaya bisa membawa seseorang melampaui batas. Ia menjadi contoh bahwa kreativitas lokal tidak kalah dengan karya modern manapun.
Semangat seperti inilah yang diharapkan terus tumbuh di hati generasi muda Palembang dan Sumatera Selatan. Bahwa warisan budaya bukan sekadar cerita masa lalu, tetapi jembatan menuju masa depan yang berakar pada identitas sendiri.
Ketika Layangan Bidar Wong Kito menari di langit biru, dunia seolah diingatkan bahwa di tepian Sungai Musi, masih ada tangan-tangan tua yang menenun mimpi dan menuliskan kisah kebanggaan wong kito.
Editor: Tim Redaksi cimutnews.co.id
Sumber: Liputan dan wawancara eksklusif tim redaksi, serta dokumentasi ABRI-1 Sumsel













