Beranda Ekonomi Batik Kujur: Warisan Budaya yang Menjadi Jalan Ekonomi Baru Masyarakat Tanjung Enim

Batik Kujur: Warisan Budaya yang Menjadi Jalan Ekonomi Baru Masyarakat Tanjung Enim

17
0
Para pengrajin Batik Kujur di Dusun Tanjung tengah mencanting kain dengan motif khas Tanjung Enim, hasil pelatihan CSR PT Bukit Asam Tbk

Tanjung Enim, cimutnews.co.id – 6 Oktober 2025 – Di tengah hiruk-pikuk aktivitas tambang yang menjadi identitas Tanjung Enim, ada kisah lain yang tumbuh pelan tapi pasti — kisah tentang selembar kain yang menjadi simbol kebanggaan, ketekunan, dan kemandirian ekonomi: Batik Kujur.

Tak sekadar kain berpola indah, Batik Kujur adalah wujud nyata bagaimana warisan budaya lokal dapat bertransformasi menjadi kekuatan ekonomi baru bagi masyarakat sekitar. Di tangan para pengrajin Tanjung Enim, motif-motif tradisional yang sarat makna kini menjadi sumber penghidupan, sekaligus ikon baru ekonomi kreatif daerah penghasil batu bara ini.

Asal-usul “Kujur”: Simbol Keberanian dan Kehormatan

Nama “Kujur” bukanlah nama yang dipilih tanpa makna. Kata ini berasal dari nama senjata tradisional masyarakat Tanjung Enim, menyerupai tombak yang digunakan sejak masa lampau. Dalam filosofi masyarakat setempat, kujur bukan sekadar alat pertahanan diri, melainkan simbol keberanian, kehormatan, dan semangat hidup yang tak pernah padam.

Filosofi inilah yang kemudian menginspirasi motif Batik Kujur. Setiap goresan malam dan warna yang ditorehkan di atas kain memiliki makna tersendiri: tentang perjuangan, tentang identitas, dan tentang kebanggaan menjadi bagian dari bumi Tanjung Enim.

Awal Mula: Dari Pelatihan ke Produksi Mandiri

Perjalanan Batik Kujur dimulai pada akhir tahun 2018. Saat itu, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) menggulirkan inisiatif pelatihan batik bagi masyarakat Dusun Tanjung.

Salah satu yang ikut serta adalah Ahmad Syahdan, kini dikenal sebagai Ketua SIBA Batik Kujur (Sentra Industri Batik Kujur). Ia mengenang awal mula perjalanannya menekuni dunia batik dengan penuh rasa syukur.

“Selain sosialisasi, PTBA memfasilitasi kami dengan peralatan, bahan, hingga pemasaran. Kami juga diajarkan cara mengelola kelompok, meningkatkan kinerja, dan mengembangkan produksi. Semua masih terus berjalan sampai sekarang,” ungkap Syahdan saat ditemui di galeri kecil miliknya.

Pelatihan tersebut mencakup berbagai aspek, mulai dari teknik membatik tradisional, manajemen usaha, hingga pengelolaan keuangan sederhana. Dalam waktu kurang dari satu tahun, hasil kerja keras itu mulai terlihat: warga yang semula tidak mengenal batik kini mampu menghasilkan produk batik berkualitas tinggi dengan motif khas Tanjung Enim.

Batik Kujur dan Pemberdayaan Ekonomi Lokal

Kini, Batik Kujur bukan hanya simbol kebanggaan budaya, tetapi juga sumber penghidupan bagi banyak keluarga di Tanjung Enim. Melalui kelompok SIBA, puluhan perempuan rumah tangga dan pemuda setempat telah terlibat dalam proses produksi — mulai dari menggambar pola, mencanting, hingga pewarnaan.

Peran PTBA tidak berhenti di tahap pelatihan. Perusahaan juga membantu dalam promosi dan pemasaran produk Batik Kujur, baik di tingkat lokal maupun nasional. Pameran dan kolaborasi dengan desainer menjadi salah satu strategi untuk memperluas jangkauan pasar.

“Batik Kujur sudah pernah tampil di beberapa ajang pameran nasional. Kami ingin membuktikan bahwa Tanjung Enim bukan hanya dikenal karena tambangnya, tapi juga karena karya dan kreativitas warganya,” tambah Syahdan.

Selain sebagai produk ekonomi, Batik Kujur juga membawa dampak sosial yang signifikan. Banyak ibu rumah tangga yang kini memiliki penghasilan tambahan, dan anak-anak muda mulai tertarik untuk melestarikan batik sebagai identitas daerah.

Tantangan dan Harapan ke Depan

Meski telah banyak capaian yang diraih, perjalanan Batik Kujur masih diwarnai tantangan. Permodalan, regenerasi pengrajin, dan konsistensi produksi menjadi pekerjaan rumah yang masih harus dituntaskan.

Namun, semangat para pengrajin tak pernah surut. Dengan dukungan pemerintah daerah dan keberlanjutan program pemberdayaan dari PTBA, Batik Kujur diharapkan bisa menjadi ikon ekonomi kreatif Tanjung Enim yang berkelanjutan.

“Kami ingin Batik Kujur menjadi warisan untuk anak cucu kami. Bukan hanya sebagai kain, tapi sebagai simbol perjuangan dan jati diri masyarakat Tanjung Enim,” tutup Syahdan dengan penuh harap.

Batik Kujur: Lebih dari Sekadar Kain

Batik Kujur kini bukan lagi sekadar kain batik biasa. Ia telah menjadi medium untuk mengisahkan sejarah, memperkuat ekonomi, dan menjaga warisan budaya lokal agar tidak punah di tengah modernisasi.

Dari sebuah dusun kecil di Tanjung Enim, secarik kain batik kini berbicara lantang tentang kemandirian, keberanian, dan harapan.

(eko)