Beranda Nasional DMI Kecam Tindakan Brutal di Masjid Sibolga, Minta Polisi Usut Tuntas Kasus...

DMI Kecam Tindakan Brutal di Masjid Sibolga, Minta Polisi Usut Tuntas Kasus Penganiayaan Arjuna Tamaraya

82
0
Wakil Ketua DMI, Imam Addaruqutni, mengecam tindakan brutal terhadap Arjuna Tamaraya yang dianiaya hingga tewas di Masjid Agung Sibolga. (Foto: detikcom/Timred/CN)

Medan, cimutnews.co.id — Kabar duka menyelimuti masyarakat Sumatera Utara setelah seorang pria bernama Arjuna Tamaraya (21) meninggal dunia akibat dianiaya lima orang di Masjid Agung Sibolga, Sumatera Utara. Insiden tragis yang terjadi ketika korban menumpang tidur di masjid itu memicu kecaman luas, termasuk dari Dewan Masjid Indonesia (DMI).

Kasus ini sontak menyita perhatian publik karena terjadi di tempat ibadah yang seharusnya menjadi ruang aman, teduh, dan terbuka bagi siapa pun.

DMI: Masjid Bukan Properti Pribadi

Wakil Ketua DMI, Imam Addaruqutni, menegaskan bahwa masjid merupakan fasilitas publik yang tidak boleh digunakan untuk membenarkan tindakan kekerasan terhadap siapa pun. Ia menilai, tindakan para pelaku yang menganiaya korban hingga tewas merupakan bentuk brutalitas yang tidak dapat dibenarkan.

“Peristiwa kriminal dengan tindakan brutal terhadap seorang pencari keteduhan atau sekadar istirahat di sebuah masjid yang merupakan hak publik, bukan properti perorangan, mestinya tidak dibenarkan sama sekali bertindak seolah pemiliknya,” ujar Imam Addaruqutni dikutip dari detikNews, Rabu (5/11/2025).

Ia menambahkan, bahkan jika peristiwa itu terjadi di properti pribadi sekalipun, tindak kekerasan tetap melawan hukum dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

“Bahkan seandainya pun para pelaku itu punya hak klaim sebagai pemilik jika peristiwa itu di tempat propertinya, maka tindakan mereka itu pun masih tetap melawan hukum dan merupakan bentuk brutalitas,” tegasnya.

Bertentangan dengan Nilai Kemasjidan

Lebih lanjut, Imam menjelaskan bahwa penganiayaan di area masjid merupakan tindakan anti kemanusiaan dan bertentangan dengan norma-norma yang seharusnya dijunjung tinggi di rumah ibadah.

“(Penganiayaan) itu berlawanan dengan norma-norma kemasjidan yang justru sangat akomodatif dan fasilitatif bagi setiap orang yang singgah di masjid, sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW,” sambungnya.

Masjid, lanjut Imam, tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga pusat sosial dan kemanusiaan. Dalam sejarah Islam, masjid bahkan menjadi tempat berlindung bagi musafir, fakir miskin, dan siapa pun yang membutuhkan tempat istirahat.

Polisi Diminta Usut Tuntas

Imam Addaruqutni menyampaikan bahwa dirinya memang belum mengikuti secara detail perkembangan kasus tersebut. Namun, ia menegaskan pentingnya penegakan hukum agar tragedi serupa tidak kembali terjadi.

“Hal itu (penganiayaan) sangat menyedihkan dan polisi harus melakukan investigasi mendalam serta pemeriksaan terhadap para pelaku. Ini harus diusut demi tegaknya hukum sebelum peristiwa penghilangan nyawa orang lain hanya dianggap sebagai peristiwa biasa,” katanya.

Pernyataan DMI ini menjadi dorongan moral bagi aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus kematian Arjuna Tamaraya, yang menimbulkan keprihatinan mendalam di masyarakat.

Reaksi Publik dan Seruan Kemanusiaan

Peristiwa ini juga menuai gelombang simpati dan keprihatinan di media sosial. Banyak warganet menyerukan agar rumah ibadah, terutama masjid, kembali difungsikan sebagaimana mestinya — sebagai tempat aman, ramah, dan terbuka bagi siapa pun tanpa diskriminasi.

Sebagian warganet juga menilai kejadian ini menjadi refleksi penting bagi pengurus masjid dan masyarakat agar tidak mudah bertindak main hakim sendiri. Nilai-nilai kasih sayang dan penghormatan terhadap sesama manusia harus kembali ditegakkan di ruang publik, termasuk di rumah ibadah.

Duka yang Menjadi Pengingat

Kasus kematian Arjuna Tamaraya menjadi peringatan bersama bahwa kemanusiaan harus tetap dijunjung tinggi di mana pun, termasuk di tempat ibadah. Kekerasan atas nama apa pun tidak pernah dibenarkan oleh hukum, agama, maupun norma sosial.

DMI pun menyerukan agar masyarakat menahan diri dari tindakan emosional yang dapat berujung pada pelanggaran hukum. “Masjid adalah rumah Allah, bukan tempat untuk menumpahkan amarah,” ujar salah satu pengurus DMI lainnya.

Kini, publik menanti langkah cepat aparat kepolisian dalam mengusut para pelaku yang diduga terlibat dalam penganiayaan tersebut. Harapannya, keadilan dapat ditegakkan, dan masjid tetap menjadi simbol kedamaian bagi seluruh umat. (Timred/CN)

sumber : detikcom