
Makassar, cimutnews.co.id — Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla (JK), kembali menjadi sorotan publik. Kali ini bukan karena kiprahnya dalam dunia politik atau bisnis, melainkan lantaran ia diduga menjadi korban penyerobotan lahan oleh sebuah korporasi besar.
Lahan seluas 16,4 hektare milik JK yang berada di Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar, dikabarkan telah diserobot oleh PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) — sebuah perusahaan yang merupakan bagian dari entitas bisnis Lippo Group.
Kasus ini mencuat setelah Jusuf Kalla sendiri memberikan pernyataan terbuka kepada media. Ia menegaskan bahwa tanah tersebut adalah miliknya secara sah dan telah dibeli langsung dari ahli waris Raja Gowa sekitar tiga dekade lalu.
“Ini tanah saya sendiri. Kami tidak punya hubungan hukum dengan GMTD. GMTD menuntut tanah itu dari pihak lain, Manyomballang, yang tidak pernah diketahui keberadaannya. Jadi itu bohong, macam-macam, rekayasa. Itu permainan Lippo. Jangan main-main di Makassar,” tegas JK, dikutip dari espos.id, Kamis (6/11/2025).
JK Pertanyakan Proses Eksekusi yang Dinilai Tidak Sah
Dalam keterangannya, Jusuf Kalla juga menyoroti adanya informasi tentang eksekusi lahan oleh pihak GMTD di atas tanah yang ia klaim sebagai miliknya.
Menurutnya, tindakan tersebut tidak sah secara hukum karena tidak melalui prosedur resmi yang diatur dalam ketentuan pertanahan.
“Eksekusi itu harus didahului dengan constatering atau pengukuran. Mana pengukurannya? Mana orang BPN-nya? Mana orang camatnya? Tidak ada semua,” ujar mantan Wapres RI ke-10 dan ke-12 itu dengan nada kecewa.
JK menegaskan bahwa objek tanah yang disebut-sebut dalam eksekusi tersebut tidak pernah jelas keberadaannya. Ia bahkan menantang GMTD untuk membuktikan klaim mereka dengan menghadirkan pihak yang disebut “Manyomballang” — nama yang diklaim sebagai pemilik sebelumnya.
“Panggil dia, Manyomballang, mana tanahmu? GMTD itu beli dari Hj. Najemiah dulunya. Mungkin mereka yang ditipu. GMTD belum datang ke Makassar, kita sudah punya tanah. Kalau begini, mereka bisa mainkan seluruh kota. Ini sudah seperti perampokan. Hadji Kalla saja mau dimain-mainkan, apalagi yang lain,” tegas JK menambahkan.
Bukti Kepemilikan Resmi Diterbitkan BPN
Lebih lanjut, JK menjelaskan bahwa dokumen kepemilikan tanah tersebut sah secara hukum. Ia menunjukkan alas hak resmi yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 8 Juli 1996, lengkap dengan seluruh legalitas yang diakui negara.
Dokumen tersebut, menurut JK, memiliki kekuatan hukum penuh dan menjadi bukti sah kepemilikan tanah. Artinya, segala bentuk klaim dari pihak lain di atas lahan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Sertifikat kami sah, diterbitkan oleh negara. Jadi jangan seenaknya main rampas begitu saja. Negara harus hadir menegakkan keadilan,” ujar JK lagi.
Sorotan untuk Dunia Bisnis dan Pertanahan
Kasus ini kembali membuka diskusi publik soal kerapnya konflik pertanahan antara warga atau tokoh lokal dengan perusahaan besar. Apalagi, kasus ini melibatkan nama besar seperti Jusuf Kalla, yang dikenal sebagai pengusaha senior dan pendiri Kalla Group — salah satu konglomerasi bisnis terbesar di Indonesia Timur.
Banyak pihak menilai, jika lahan milik JK saja bisa dipermasalahkan, maka masyarakat kecil tentu bisa lebih rentan menghadapi tindakan serupa. Oleh karena itu, sejumlah tokoh masyarakat dan pengamat hukum meminta agar BPN dan aparat penegak hukum segera turun tangan untuk memastikan kepastian hukum atas kepemilikan lahan tersebut.
Selain menjadi isu hukum, kasus ini juga menyoroti bagaimana korporasi besar harus mematuhi etika bisnis dan menghormati hak kepemilikan individu. Sebab, praktik penyerobotan tanah bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai prinsip keadilan sosial yang dijunjung tinggi di Indonesia.
JK Tetap Tenang, Tapi Tegas
Meski menyesalkan tindakan yang dianggap merugikan dirinya, Jusuf Kalla memilih untuk menghadapi masalah ini dengan kepala dingin namun tetap tegas. Ia menegaskan bahwa dirinya percaya kepada penegak hukum dan berharap kasus ini bisa diselesaikan secara adil.
“Saya sudah lama di dunia bisnis dan pemerintahan. Saya tahu hak saya, dan saya akan menempuh jalur hukum yang benar,” ujarnya menutup.
Publik kini menunggu langkah selanjutnya dari pihak terkait, termasuk respons resmi dari PT GMTD maupun Lippo Group atas tuduhan serius yang dilontarkan oleh Jusuf Kalla tersebut.
Timred/CN
Sumber : espos.id













