
Palembang, cimutnews.co.id – Pengamat politik Sumatera Selatan, Bagindo Togar, melontarkan kritik pedas terhadap kepemimpinan di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI). Dalam sebuah diskusi publik di Palembang pada Senin (30/6/2025), ia menilai kepemimpinan daerah tersebut mengalami kemunduran serius dari aspek kecerdasan intelektual, emosional, dan sosial.
Menurut Bagindo, pemimpin PALI saat ini lebih fokus membangun pencitraan dan menggantungkan diri pada ketokohan nasional, alih-alih menghadirkan kepemimpinan yang solutif dan berpihak kepada rakyat.
“Kepemimpinan di PALI menunjukkan gejala kekosongan tiga kecerdasan dasar: intelektual, emosional, dan sosial. Mereka lebih memilih berlindung di balik ketenaran tokoh nasional daripada tampil dengan prestasi dan kerja nyata,” ujar Bagindo.
Pernyataan ini muncul sebagai tanggapan terhadap komentar Bupati PALI, Ir. H. Asgianto, ST., yang sebelumnya menyebut maraknya aksi demonstrasi sebagai dinamika demokrasi. Bupati juga mengimbau media untuk tetap objektif dan tidak melebih-lebihkan situasi.
Namun menurut Bagindo, narasi tersebut justru mencerminkan lemahnya kepemimpinan dalam merespons dinamika sosial. Ia bahkan menyebut gaya kepemimpinan Asgianto sebagai praktik politik ekor jas, atau ketergantungan pada popularitas Presiden Prabowo Subianto.
“Ketokohan Prabowo dijadikan komoditas politik demi menutupi minimnya prestasi di daerah. Ini pola politik branding yang gagal di tataran implementasi,” jelasnya.
Bagindo tak segan menyebut karakteristik kepemimpinan semacam ini sebagai intelektual autistik—tertutup dari realitas sosial dan tidak peka terhadap kebutuhan rakyat.
“Alih-alih merespons problem rakyat, yang ditonjolkan justru gaya hidup mewah dan pencitraan diri,” tegasnya.
Salah satu kebijakan yang mendapat sorotan tajam adalah pembelian mobil dinas mewah senilai Rp3 miliar oleh Pemkab PALI. Menurut Bagindo, keputusan ini mencederai semangat efisiensi yang digaungkan Presiden Prabowo.
“Saat Presiden menyerukan efisiensi anggaran, justru PALI menjadi satu-satunya kabupaten di Sumsel yang membeli mobil dinas baru dengan harga fantastis. Ini bukti lemahnya empati terhadap kondisi ekonomi masyarakat,” kritiknya.
Ia juga menyoroti lambannya pembangunan infrastruktur dasar. Jalan rusak, drainase tak optimal, dan fasilitas kesehatan yang jauh dari memadai menjadi indikator lemahnya kinerja pemda.
“Jangan-jangan kita dipimpin oleh pejabat yang lebih peduli tampilan bak peragawan ketimbang memperjuangkan nasib rakyat,” sindir Bagindo.
Lebih lanjut, ia mendorong DPRD dan aparat penegak hukum untuk melakukan audit menyeluruh terhadap belanja daerah, terutama yang tidak menyentuh langsung kepentingan masyarakat.
“Kalau perlu dilakukan audit investigatif. Jangan biarkan uang rakyat dipakai untuk pencitraan pribadi,” tambahnya.
Bagindo juga menyoroti meningkatnya angka kriminalitas dan masalah sosial di PALI sebagai dampak dari lemahnya kepemimpinan. Sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB), PALI seharusnya bisa menjadi model pertumbuhan inklusif.
“Tapi yang kita lihat justru sebaliknya. Pemimpin lebih sibuk dengan struktur partai dan koneksi pusat daripada kerja nyata di lapangan,” katanya.
Mengakhiri pernyataannya, Bagindo menantang pihak-pihak yang merasa tersinggung untuk membuktikan kinerja mereka secara terbuka.
“Buktikan dengan data dan capaian nyata. Rakyat hari ini lebih cerdas, mereka tahu membedakan pemimpin sejati dan yang hanya jual gimik,” tutupnya.
(poerba)