
Subang, cimutnews.co.id –Kunjungan kerja Panitia Kerja (Panja) Penyerapan Gabah dan Jagung Komisi IV DPR RI ke gudang Bulog Subang, Jawa Barat, Senin (8/9/2025), mengungkap persoalan serius dalam sistem penyerapan gabah petani. Anggota Panja, Khalid, menyoroti keterbatasan sarana pengering atau dryer yang dimiliki Bulog, meski fasilitas penggilingan padi dinilai sudah cukup modern.
Menurut Khalid, hambatan utama terletak pada kapasitas dryer yang masih sangat terbatas. Kondisi ini berdampak langsung pada kemampuan Bulog dalam menyerap gabah petani, terutama saat musim panen raya yang membutuhkan penanganan cepat.
Kapasitas Dryer Minim, Penyerapan Gabah Tertahan
Dalam penjelasannya, Khalid menyebut bahwa Bulog Subang hanya mampu menampung sekitar 12 truk padi dalam satu waktu. Angka ini jauh dari kebutuhan ideal di tengah melimpahnya hasil panen petani.
“Mesinnya memang sudah luar biasa bagus, tapi masalahnya ada di dryer. Karena keterbatasan itu, Bulog hanya bisa menampung sedikit. Seandainya kapasitas dryer diperbanyak, maka Bulog bisa lebih banyak menyerap gabah petani,” ujar Khalid di sela kunjungan.
Ia menambahkan, kapasitas dryer yang terbatas membuat proses pengeringan dan penggilingan berjalan lambat. Akibatnya, tidak semua gabah bisa segera diproses. Bila terlalu lama dibiarkan, gabah berisiko mengalami kerusakan atau penurunan kualitas. Situasi ini tentu merugikan petani yang mengandalkan penyerapan cepat setelah panen.
Dampak Ekonomi bagi Petani
Masalah teknis seperti keterbatasan dryer sebenarnya membawa konsekuensi besar bagi petani. Pada masa panen raya, volume gabah yang masuk ke gudang Bulog biasanya melonjak tajam. Namun, bila fasilitas tidak memadai, Bulog tidak mampu menampung semuanya.
Khalid menegaskan, petani akhirnya terpaksa menjual gabah mereka ke tengkulak atau pihak swasta dengan harga lebih rendah dari ketentuan pemerintah. “Kalau tidak bisa segera diserap, gabah petani menumpuk. Akhirnya mereka rugi karena harus menjual murah. Padahal pemerintah sudah menetapkan harga pembelian Rp 6.500 per kilogram,” katanya.
Menurutnya, kebijakan harga pemerintah tidak akan efektif tanpa dukungan infrastruktur yang memadai. Dryer sebagai alat utama pengeringan harus diperbanyak agar Bulog benar-benar mampu menjalankan mandat penyerapan hasil panen.
Dorongan DPR: Tambah Fasilitas di Sentra Produksi
Menyadari dampak besar keterbatasan dryer, Panja Komisi IV DPR RI mendesak pemerintah bersama Bulog untuk segera melakukan evaluasi. Penambahan kapasitas dryer tidak hanya penting di Subang, tetapi juga di berbagai wilayah yang menjadi sentra produksi padi.
“Kalau kapasitasnya ditingkatkan, petani tidak perlu menunggu lama. Bulog bisa langsung menyerap lebih banyak gabah dari masyarakat. Ini penting untuk menjaga stabilitas harga sekaligus mendukung kesejahteraan petani,” tegas Khalid.
Ia menekankan bahwa DPR RI akan terus mengawal persoalan ini dalam rapat bersama kementerian dan lembaga terkait. Menurutnya, pembangunan infrastruktur pertanian harus berjalan seiring dengan kebijakan harga agar tujuan meningkatkan pendapatan petani benar-benar tercapai.
Pentingnya Modernisasi Infrastruktur Pertanian
Persoalan dryer sebenarnya mencerminkan masalah klasik dalam sistem pertanian nasional. Modernisasi alat pascapanen sering tertinggal dibandingkan peningkatan produksi di tingkat petani.
Indonesia sebagai salah satu produsen beras terbesar di dunia masih menghadapi kendala teknis dalam menjaga kualitas gabah. Tanpa pengering yang memadai, hasil panen rawan rusak akibat kadar air tinggi. Hal ini berujung pada menurunnya kualitas beras yang dihasilkan.
“Kalau bicara ketahanan pangan, kita tidak bisa hanya fokus pada produksi di sawah. Proses pascapanen harus sama-sama diperkuat, terutama pengeringan dan penyimpanan. Itu kunci agar gabah tidak sia-sia,” jelas Khalid.
Bulog Didorong Tingkatkan Kolaborasi
Selain menambah kapasitas dryer, Panja DPR juga mendorong Bulog untuk meningkatkan kerja sama dengan pemerintah daerah maupun swasta. Kolaborasi dinilai penting untuk mempercepat pembangunan infrastruktur.
Khalid menilai, Bulog tidak bisa bekerja sendiri mengingat keterbatasan anggaran. “Bulog harus membangun kolaborasi. Pemerintah daerah bisa ikut mendorong, swasta bisa diajak bermitra. Yang penting petani diuntungkan, karena hasil panennya terserap dengan baik,” katanya.
Dengan pola kerja sama yang tepat, kapasitas penyerapan gabah bisa diperluas tanpa membebani satu pihak saja. Langkah ini sekaligus mendukung target pemerintah dalam menjaga ketersediaan beras nasional.
Tantangan Musim Panen Raya
Persoalan keterbatasan dryer makin terasa ketika musim panen raya tiba. Volume panen petani biasanya melimpah dalam waktu yang relatif singkat. Tanpa fasilitas pengeringan memadai, Bulog kewalahan menampung hasil panen.
Kondisi ini memunculkan dilema: bila tidak segera diserap, gabah rusak; bila diserap tanpa pengeringan cukup, kualitas beras menurun. Akibatnya, tujuan menstabilkan harga dan menjaga stok pangan nasional tidak tercapai maksimal.
Khalid menilai, antisipasi harus dilakukan sejak jauh hari. Penambahan dryer maupun gudang penyimpanan tidak boleh hanya bersifat reaktif, tetapi harus terencana jangka panjang.
Harapan Petani
Bagi petani, seruan Panja DPR RI menjadi angin segar. Selama ini mereka kerap mengeluhkan lambannya penyerapan Bulog yang berimbas pada kerugian saat panen. Dengan adanya dorongan dari DPR, petani berharap pemerintah segera menindaklanjuti dengan program nyata.
“Petani butuh kepastian. Harga sudah bagus, tinggal fasilitasnya. Kalau dryer ditambah, kami yakin hasil panen bisa terserap lebih banyak,” ungkap seorang petani di Subang saat ditemui usai kunjungan Panja.
Penutup: Momentum Perbaikan Sistem
Kunjungan Panja DPR RI ke Bulog Subang menjadi momentum penting untuk memperbaiki sistem pascapanen nasional. Persoalan teknis seperti keterbatasan dryer tidak boleh dianggap sepele, karena dampaknya langsung dirasakan petani dan memengaruhi ketahanan pangan nasional.
Dengan penambahan infrastruktur, kolaborasi multipihak, serta kebijakan harga yang konsisten, sistem pertanian Indonesia diharapkan lebih tangguh menghadapi tantangan masa depan.
“Kalau dryer ditingkatkan, semua akan diuntungkan. Petani sejahtera, Bulog bisa menjalankan fungsinya, dan masyarakat mendapat beras berkualitas dengan harga stabil,” pungkas Khalid. (Asep)













