
DPR RI menaruh perhatian serius terhadap kualitas beras yang beredar di pasaran. Dalam kunjungan kerja ke Perum Bulog Subang, Jawa Barat, Senin (9/9/2025), anggota Panja Komisi IV, Khalid, menekankan pentingnya penerapan standar mutu beras nasional, khususnya untuk kategori premium.
Menurutnya, masyarakat berhak mendapatkan beras dengan kualitas terbaik. Namun di sisi lain, standar yang diterapkan juga harus berpihak pada petani lokal agar tidak kalah saing dengan produk impor yang kerap hadir dengan tampilan lebih menarik.
Standar Mutu Beras Premium di Indonesia
Dalam penjelasannya, Khalid menyebut bahwa beras premium di dalam negeri memiliki standar maksimal pecah 15 persen. Artinya, butiran beras yang patah atau retak masih bisa ditoleransi hingga angka tersebut.
“Kalau di kita, beras premium maksimal pecah 15 persen. Sementara impor yang dulu masuk pecahannya hanya 5 persen. Jadi memang beda kualitas secara visual. Tapi itu tetap masuk dalam kategori beras, bukan premium, karena barang impor,” jelas Khalid di hadapan jajaran Bulog Subang.
Perbedaan ini, lanjut Khalid, sering kali menimbulkan persepsi keliru di masyarakat. Banyak konsumen beranggapan bahwa beras impor lebih bagus karena tampak lebih utuh. Padahal, kualitas beras lokal tidak kalah baik, hanya saja perbedaan standar membuat beras lokal tampak kurang menarik secara fisik.
Menghapus Stigma Negatif terhadap Beras Lokal
Khalid menegaskan, masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa standar mutu yang berlaku di Indonesia sudah sesuai dengan kondisi produksi dalam negeri. Menurutnya, beras lokal justru memiliki keunggulan dari sisi kesegaran, rasa, dan kandungan gizi.
“Jangan sampai masyarakat terjebak dengan tampilan visual semata. Beras kita memiliki kualitas yang layak bersaing. Pemerintah tinggal mempertegas standar mutu dan memperkuat pengawasan agar konsumen tidak salah persepsi,” kata Legislator Fraksi Partai Gerindra itu.
Ia menambahkan, jika persepsi negatif terhadap beras lokal terus dibiarkan, maka petani bisa menjadi pihak yang paling dirugikan. Harga beras dalam negeri bisa tertekan, sementara beras impor mendapat ruang lebih besar di pasaran.
Peran Bulog dalam Menjaga Kualitas
Dalam kunjungan itu, Komisi IV juga menyoroti peran strategis Perum Bulog sebagai penyangga pangan nasional. Bulog diminta memastikan bahwa beras yang beredar melalui jaringan distribusinya memiliki kualitas sesuai standar.
Bulog tidak hanya berfungsi sebagai penyerap gabah petani, tetapi juga sebagai pengendali stok dan harga di pasaran. Karena itu, mutu beras yang dikelola Bulog harus dijaga ketat agar konsumen tetap percaya dan petani terlindungi.
Persaingan dengan Beras Impor
Masuknya beras impor dengan tingkat pecah rendah (sekitar 5 persen) memang menjadi tantangan tersendiri bagi industri beras nasional. Dari segi visual, beras impor tampak lebih putih, lebih bersih, dan lebih utuh. Namun, hal ini tidak serta-merta berarti lebih baik dalam hal rasa atau kandungan gizi.
Menurut Khalid, pemerintah perlu menetapkan regulasi yang jelas agar masyarakat tidak terjebak pada perbandingan yang menyesatkan. “Kalau beras impor dipasarkan dengan standar berbeda, jelas akan merugikan petani lokal. Maka, regulasi standar mutu harus sama-sama ditegakkan,” tegasnya.
Petani sebagai Garda Depan Ketahanan Pangan
Komisi IV DPR RI menegaskan bahwa petani harus ditempatkan sebagai pihak yang paling dilindungi dalam setiap kebijakan pangan. Tanpa petani, Indonesia tidak akan mampu menjaga ketahanan pangan di tengah berbagai tantangan global, mulai dari perubahan iklim hingga fluktuasi harga internasional.
Khalid menyampaikan, selain soal mutu, harga gabah dan serapan hasil panen petani juga perlu dijaga. “Kalau kita bicara kualitas, jangan lupa juga kesejahteraan petani. Standar mutu harus melindungi mereka, bukan malah memojokkan,” ujarnya.
Menjawab Tantangan Global
Di era globalisasi, standar kualitas pangan semakin diperhatikan. Negara-negara produsen besar, seperti Thailand dan Vietnam, gencar mempromosikan beras premium dengan kualitas visual tinggi. Indonesia perlu menjawab tantangan ini dengan memperkuat regulasi, memperbaiki sistem penggilingan, dan meningkatkan kapasitas petani.
Khalid menilai, perbaikan di hulu hingga hilir sangat penting. Mulai dari teknologi pascapanen, pengolahan, hingga distribusi harus mendapat perhatian agar beras lokal tidak kalah bersaing, baik di pasar domestik maupun global.
Harapan ke Depan
Komisi IV DPR RI melalui Panja Penyerapan Gabah dan Jagung berkomitmen untuk terus mengawal kebijakan pangan nasional. Kualitas beras menjadi salah satu aspek penting dalam menjaga kepercayaan konsumen sekaligus melindungi kesejahteraan petani.
“Pemerintah harus hadir dengan standar mutu yang jelas dan adil. Jangan sampai masyarakat salah persepsi, dan jangan sampai petani kita dirugikan,” pungkas Khalid.
Dengan langkah ini, diharapkan beras lokal semakin mendapat tempat di hati masyarakat, tidak hanya karena harga yang kompetitif, tetapi juga kualitas yang terjaga. (Asep)













