
Pekanbaru, cimutnews.co.id – Lonjakan jumlah pengungsi etnis Rohingya di Kota Pekanbaru, Riau, memicu keprihatinan serius di tingkat nasional. Ditetapkan sebagai krisis lintas sektor oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polkam) Republik Indonesia, penanganan isu ini kini menjadi perhatian gabungan antara pemerintah pusat, daerah, dan organisasi internasional.
Dalam rapat koordinasi nasional yang digelar di Pekanbaru pada Kamis (11/7/2025), Brigjen Pol. Adhi Satya Perkasa, Asisten Deputi Penanganan Kejahatan Transnasional dan Luar Biasa Kemenko Polkam, menegaskan bahwa krisis pengungsi ini tidak dapat dipandang sebagai insiden biasa. Ia menyebutkan adanya indikasi kuat keterlibatan sindikat penyelundupan manusia dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Sebagian besar dari hampir 2.000 pengungsi Rohingya di wilayah Pekanbaru adalah kelompok rentan—wanita, anak-anak, dan lansia—yang berisiko tinggi menjadi korban eksploitasi,” ujar Adhi.
Indonesia: Negara Transit, Bukan Negara Tujuan
Adhi juga kembali menegaskan posisi Indonesia dalam sistem internasional: sebagai negara transit, bukan tujuan akhir pengungsi. Hal ini sesuai dengan kebijakan nasional, mengingat Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951. Dengan demikian, Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk memberikan status tetap kepada para pengungsi internasional, termasuk warga Rohingya.
Meski demikian, berdasarkan prinsip kemanusiaan dan nilai-nilai Pancasila, pemerintah tetap memberikan perlindungan sementara dan bantuan darurat kepada kelompok pengungsi.
Kondisi Pengungsi Memprihatinkan
Usai rapat, tim lintas kementerian bersama Pemerintah Kota Pekanbaru melakukan peninjauan ke lokasi penampungan darurat di samping Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pekanbaru. Di lokasi tersebut, kondisi para pengungsi dinilai jauh dari standar layak.
Sejumlah masalah yang mengemuka:
- Kepadatan tempat tinggal
- Kekurangan air bersih dan sanitasi
- Potensi konflik sosial dengan warga lokal
- Penyebaran penyakit menular
- Ketidakpastian status hukum
Relokasi Sementara untuk Kelompok Rentan
Sebagai solusi jangka pendek, Kemenko Polkam merumuskan langkah relokasi darurat bagi kelompok pengungsi rentan seperti ibu hamil, anak-anak, dan lansia ke sejumlah Rumah Susun Sewa (Rusunawa) di wilayah sekitar Pekanbaru.
Langkah ini dimaksudkan untuk meredam potensi konflik horizontal serta memberi ruang pemulihan bagi kelompok yang paling terdampak.
“Ini penanganan darurat yang harus cepat, tapi tetap mengedepankan sisi kemanusiaan,” ujar Adhi.
Koordinasi Lintas Sektor dan Internasional
Rapat koordinasi turut dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, di antaranya:
- Wakil Wali Kota Pekanbaru, Agung Nugroho
- Perwakilan dari kementerian/lembaga nasional
- IOM (International Organization for Migration)
- UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees)
Kemenko Polkam menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, serta lembaga internasional agar penanganan pengungsi tidak hanya terukur, tetapi juga menjunjung prinsip-prinsip kemanusiaan, tanpa mengabaikan aspek kedaulatan dan keamanan nasional.
“Kami akan terus pantau dan evaluasi. Jika diperlukan, tindakan hukum seperti push back bisa ditempuh, namun tetap dalam koridor kemanusiaan,” tegas Adhi.
Isu Multidimensi, Butuh Solusi Komprehensif
Krisis pengungsi Rohingya di Pekanbaru merupakan isu multidimensi—berakar dari konflik internasional, migrasi paksa, hingga sindikat kriminal lintas negara—yang berdampak pada stabilitas sosial di tingkat lokal. Karena itu, pendekatan penanganannya pun tidak bisa bersifat sektoral atau parsial.
Pemerintah berharap dengan memperkuat koordinasi antarinstansi dan menjalin kolaborasi strategis bersama organisasi internasional, krisis ini dapat dikelola dengan pendekatan yang humanis, tegas, dan terukur. (*)