Beranda Utama MUI OKU Selatan Gelar TOT Juleha 2025: Perkuat Pemahaman Syariat dan Regulasi...

MUI OKU Selatan Gelar TOT Juleha 2025: Perkuat Pemahaman Syariat dan Regulasi Kehalalan di Daerah

171
0
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan terus menunjukkan komitmennya dalam membangun kesadaran halal di tengah masyarakat. Melalui kegiatan Training of Trainers (TOT) Juru Sembelih Halal (Juleha) Tahun 2025 (foto:Asep/cimutnews.co.id)

OKU Selatan, cimutnews.co.id — Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan terus menunjukkan komitmennya dalam membangun kesadaran halal di tengah masyarakat. Melalui kegiatan Training of Trainers (TOT) Juru Sembelih Halal (Juleha) Tahun 2025, MUI berupaya memperkuat pemahaman dan keterampilan para juru sembelih sesuai tuntunan syariat Islam serta regulasi halal yang berlaku di Indonesia.

Kegiatan yang berlangsung pada Selasa, 4 November 2025 ini menghadirkan tiga narasumber utama, yakni Sugito, S.TP., M.Si., IPM. selaku Direktur LPPOM MUI Sumatera Selatan; Dr. Nur Khalis, M.Ag., Ketua MUI Sumsel Bidang Fatwa; dan Mahmudin, S.Ag., M.Si., Sekretaris MUI Sumatera Selatan.

Dalam sesi pertama, Sugito, S.TP., M.Si., IPM. memaparkan perkembangan regulasi terkait jaminan produk halal di Indonesia

Pemahaman Regulasi Halal: Dari UU No. 33/2014 hingga UU Ciptaker

Dalam sesi pertama, Sugito, S.TP., M.Si., IPM. memaparkan perkembangan regulasi terkait jaminan produk halal di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa perubahan kebijakan mulai dari UU No. 33 Tahun 2014, UU No. 11 Tahun 2019, PERPU No. 2 Tahun 2022, hingga UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, menjadi tonggak penting dalam memperkuat sistem sertifikasi halal nasional.

Menurutnya, UU Cipta Kerja membawa penyederhanaan mekanisme melalui skema Self Declare, di mana pelaku usaha dapat menetapkan kehalalan produk tanpa melalui proses audit lembaga sertifikasi. Namun demikian, MUI tetap berperan penting dalam memberikan fatwa halal untuk menjamin aspek syariat tetap terjaga.

Ada dua jalur sertifikasi halal, yakni Jalur SEHATI atau Self Declare dan Jalur LPH atau reguler. Keduanya berbeda dalam hal biaya, persyaratan, dan proses audit. Namun esensinya tetap sama: memastikan kehalalan produk sesuai syariat,” tutur Sugito

Penyembelihan Hewan dalam Perspektif Syariat Islam

Sesi kedua dibawakan oleh Dr. Nur Khalis, M.Ag., yang menekankan pentingnya memahami penyembelihan hewan sesuai kaidah Islam. Menurutnya, tujuan pelatihan ini tidak hanya sekadar teknis pemotongan hewan, tetapi juga pembinaan spiritual dan kesadaran syariat bagi para juru sembelih halal di lapangan.

Penyembelihan yang sesuai syariat akan menghadirkan ketentraman batin bagi umat, karena daging yang dikonsumsi bukan hanya halal secara hukum, tapi juga thayyib—bersih, sehat, dan berkah,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa dalam Islam terdapat tiga jenis penyembelihan hewan, yaitu:

  1. An-Nahr — untuk hewan berleher panjang seperti unta, dilakukan dengan menusuk bagian leher tempat kalung tergantung.
  2. Adz-Dzabh  — untuk hewan seperti sapi, kerbau, atau kambing, dengan memutus urat pernapasan, pencernaan, dan pembuluh darah.
  3. Al-Aqr  — untuk hewan liar atau yang sulit dikendalikan, dilakukan dengan melukai tubuhnya hingga mati.

Ia juga mengingatkan dasar hukum dalam Al-Qur’an:

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih atas nama selain Allah…” (QS. Al-Ma’idah: 3)

Juru sembelih harus memahami rukun penyembelihan: Muslim, hewan halal, alat tajam, usia hewan cukup, dan niat karena Allah semata. Bila tidak, maka sembelihan itu kehilangan nilai syar’inya,” tambahnya.

Halal dan Thayyib: Prinsip Utama dalam Konsumsi Umat Islam

Pada sesi terakhir, Mahmudin, S.Ag., M.Si. menjelaskan secara komprehensif makna halal dan thayyib dalam konteks kehidupan modern. Ia menegaskan bahwa halal tidak hanya soal makanan, tetapi juga mencakup seluruh aspek kehidupan seorang Muslim.

Halal berarti dibenarkan, sedangkan thayyib berarti baik dan bermutu. Kita diperintahkan mengonsumsi yang halal dan thayyib—bukan hanya halal secara zat, tetapi juga dalam proses dan cara memperolehnya,” jelas Mahmudin.

Ia menambahkan, dalam kondisi darurat, hal yang haram bisa menjadi halal, namun sebaliknya sesuatu yang halal bisa menjadi haram bila dikonsumsi secara berlebihan.

“Pengertian halal dan haram bukan sekadar soal makan-minum, tetapi juga menyangkut perilaku, cara bekerja, hingga transaksi ekonomi,” ujarnya menegaskan.

Menurutnya, pelatihan seperti TOT Juleha ini menjadi bagian penting dalam membentuk kesadaran halal di masyarakat, terutama bagi para juru sembelih, pengelola hewan kurban, serta pelaku usaha yang bergerak di bidang pangan.

antusias peserta Kegiatan Training of Trainers (TOT) Juru Sembelih Halal (Juleha) dengan banyaknya pertanyaan kepada narasumber. (Foto: Asep/cimutnews.co.id)

Penyerahan Sertifikat secara simbolis (Foto:Asep/cimutnews.co.id)
Foto bersama dengan para peserta (Foto:Asep/cimutnews.co.id)

Membangung Kesadaran Halal menuju OKU Selatan yang Berkah

Kegiatan TOT Juleha 2025 yang digelar MUI OKU Selatan ini menjadi langkah nyata dalam memperkuat ekosistem halal di daerah. Dengan pemahaman syariat dan regulasi yang baik, para peserta diharapkan mampu menjadi pelopor kesadaran halal di lingkungan masing-masing.

KH. Ali Fua’d, Ketua MUI Kabupaten OKU Selatan, dalam keterangannya kepada cimutnews.co.id (foto:Asep/cimutnews.co.id)

KH. Ali Fua’d, Ketua MUI Kabupaten OKU Selatan, dalam keterangannya kepada cimutnews.co.idKami berharap pelatihan ini tidak berhenti di sini. Para peserta yang telah mendapatkan ilmu dan sertifikasi bisa menjadi trainer di tempatnya masing-masing, agar kesadaran halal terus berkembang di seluruh OKU Selatan,” ujarnya

TOT Juleha ini sekaligus mempertegas peran MUI sebagai lembaga pembina umat dalam memastikan setiap aspek kehidupan masyarakat Muslim berjalan sesuai nilai-nilai Islam—halal, thayyib, dan penuh keberkahan. (Asep)