Beranda Utama Ratusan Massa PPAMI Geruduk Kejati Sumsel, Protes Korban Jadi Tersangka: “Kami Tuntut...

Ratusan Massa PPAMI Geruduk Kejati Sumsel, Protes Korban Jadi Tersangka: “Kami Tuntut Keadilan Sejati!”

11
0
Ratusan massa dari Persatuan Pendamping Aspirasi Masyarakat Indonesia (PPAMI) menggelar aksi damai di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Selasa (14/10/2025), menuntut keadilan atas kasus dugaan penganiayaan yang dinilai janggal.

Palembang, Cimutnews.co.id – Suasana di halaman Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) memanas pada Selasa (14/10/2025) pagi. Ratusan massa dari Persatuan Pendamping Aspirasi Masyarakat Indonesia (PPAMI) menggelar aksi damai menuntut keadilan atas kasus dugaan penganiayaan yang dinilai penuh kejanggalan.

Ironisnya, dalam kasus tersebut, pihak yang mengalami luka serius justru ditetapkan sebagai tersangka. Kondisi ini memicu amarah publik dan membuat PPAMI turun ke jalan menyuarakan keprihatinan terhadap proses hukum yang mereka nilai tidak berpihak pada korban.

Sekitar pukul 09.30 WIB, massa aksi tiba di halaman Kejati Sumsel. Mereka membawa spanduk dan poster bertuliskan “Hukum Jangan Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas” serta “Korban Bukan Tersangka!”. Aksi berlangsung dengan pengawalan ketat aparat kepolisian, namun tetap berlangsung damai.

Desakan Tegas untuk Kejati Sumsel

Ketua PPAMI, Effendi Mulia, dalam orasinya menyampaikan bahwa tujuan aksi ini bukan untuk menciptakan kegaduhan, melainkan untuk mengingatkan aparat penegak hukum agar bekerja secara profesional dan berintegritas.

“Kami datang bukan untuk ribut, tapi untuk mencari keadilan. Jika ada jaksa atau penyidik yang bekerja tidak profesional, Kejati Sumsel harus berani menindak tegas. Korban tidak boleh dijadikan tersangka, ini bentuk nyata kriminalisasi hukum!” tegas Effendi disambut sorak dukungan dari peserta aksi.

Effendi menambahkan, pihaknya akan terus mengawal jalannya proses hukum hingga ke tahap persidangan. PPAMI juga meminta agar Kejati Sumsel turun langsung mengawasi kinerja aparat di tingkat bawah yang diduga menyimpang dalam menangani perkara tersebut.

“Bila perlu, kami akan membawa kasus ini ke Kejaksaan Agung atau bahkan Komisi Kejaksaan. Kami tidak ingin hukum menjadi alat menekan rakyat kecil,” tambahnya.

Dugaan Kriminalisasi Korban

Dalam informasi yang diterima redaksi, kasus ini bermula dari perselisihan antarwarga di salah satu kabupaten di Sumatera Selatan. Korban yang mengalami luka parah akibat pengeroyokan justru ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan balik melakukan penganiayaan.

Keputusan itu sontak menuai sorotan tajam dari masyarakat dan aktivis hukum. Mereka menilai, aparat penegak hukum tidak objektif dalam melihat fakta di lapangan. Beberapa bukti visum dan saksi, kata PPAMI, justru menguatkan posisi korban, bukan sebaliknya.

“Ini potret buram penegakan hukum kita. Kalau aparat bekerja tidak profesional, rakyat kehilangan kepercayaan. Kami minta Kejati Sumsel membuka kembali berkas perkara dan melakukan supervisi mendalam,” ujar salah satu orator dari PPAMI.

Aksi Damai, Suara Publik untuk Keadilan

Aksi PPAMI berlangsung selama hampir dua jam. Selain berorasi, massa juga membacakan pernyataan sikap yang berisi tiga tuntutan utama:

  1. Mendesak Kejati Sumsel melakukan evaluasi terhadap aparat penegak hukum yang menangani kasus tersebut.
  2. Meminta Kejaksaan Agung RI menurunkan tim investigasi independen untuk memeriksa dugaan penyimpangan hukum.
  3. Menuntut transparansi dalam proses hukum agar publik mengetahui perkembangan kasus secara objektif.

Aksi diakhiri dengan doa bersama dan pembacaan deklarasi moral bahwa “hukum harus berpihak pada kebenaran, bukan kekuasaan.”

Kejati Sumsel Diminta Respons Aspirasi Publik

Sampai berita ini diterbitkan, pihak Kejati Sumsel belum memberikan tanggapan resmi. Namun sumber internal menyebutkan bahwa aspirasi masyarakat tersebut telah diterima oleh bagian humas dan akan diteruskan kepada pimpinan untuk ditindaklanjuti.

PPAMI menegaskan akan kembali menggelar aksi susulan jika dalam waktu dekat tidak ada langkah konkret dari Kejati Sumsel. “Kami akan terus datang, membawa suara rakyat yang terpinggirkan. Ini bukan sekadar aksi, tapi panggilan nurani,” tutup Effendi.

Penegakan Hukum di Persimpangan

Kasus ini menjadi cermin masih rapuhnya sistem keadilan di Indonesia. Ketika korban bisa berubah status menjadi tersangka, publik pantas bertanya: di mana letak keadilan itu sendiri?

PPAMI berharap kejadian ini menjadi momentum bagi aparat hukum untuk melakukan introspeksi. Penegakan hukum yang berkeadilan bukan hanya slogan, tapi amanah konstitusi yang harus dijalankan dengan hati nurani. (red/CN)