
Jakarta, cimutnews.co.id – Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Timur XI, Willy Aditya, menentang keras kebijakan BPJS Kesehatan yang memutus sementara layanan kesehatan bagi 50 ribu warga Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Langkah tersebut diambil BPJS akibat tunggakan iuran selama enam bulan dengan total nilai mencapai Rp41 miliar.
Politisi Fraksi Partai NasDem itu menilai tindakan tersebut tidak manusiawi dan bertentangan dengan semangat konstitusi yang menjamin hak dasar setiap warga negara atas pelayanan kesehatan. Menurut Willy, BPJS Kesehatan bukanlah lembaga asuransi komersial, melainkan institusi jaminan sosial yang dibentuk negara untuk memberikan perlindungan kepada rakyat.
“BPJS Harus Melayani, Bukan Mengancam”
Dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria di Jakarta, Sabtu (11/10/2025), Willy Aditya menegaskan bahwa BPJS tidak boleh bertindak seperti perusahaan swasta yang mengedepankan prinsip untung-rugi.
“BPJS itu dibuat oleh undang-undang, bukan institusi asuransi komersial murni. BPJS dibentuk oleh negara untuk melayani warga. Jadi jangan bertindak seolah-olah swasta murni. Main putus layanan, ancam sana-sini, bukan begitu caranya,” tegas Willy.
Ia mengingatkan bahwa fungsi utama BPJS adalah memastikan seluruh rakyat Indonesia memiliki akses yang setara terhadap pelayanan kesehatan, tanpa terkecuali. “Negara hadir melalui BPJS untuk melindungi warganya, bukan malah menyandera hak mereka,” tambahnya.
Menyandera Hak Asasi, Tindakan Keliru Secara Konstitusional
Sebagai Ketua Komisi DPR RI yang membidangi urusan Hak Asasi Manusia (HAM), Willy Aditya menilai langkah BPJS yang menangguhkan layanan bagi 50 ribu warga Pamekasan merupakan tindakan yang keliru secara konstitusional.
Ia menegaskan, hak atas kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi. Oleh karena itu, pemutusan layanan terhadap masyarakat—hanya karena tunggakan iuran—tidak dapat dibenarkan.
“Kenapa istilah yang dipakai ‘iuran’? Karena spiritnya adalah partisipasi, bukan ‘pembayaran premi’ seperti pada asuransi komersial. Tapi yang terjadi sekarang justru penyanderaan hak warga dengan dalih administrasi. Ini bentuk tekanan kepada pemerintah kabupaten, dan jelas tidak tepat,” tegasnya.
Willy menilai, langkah tersebut seolah menjadikan masyarakat korban dalam tarik-menarik urusan administratif antara BPJS dan pemerintah daerah. Padahal, pelayanan kesehatan seharusnya menjadi prioritas utama negara.
Seruan untuk Duduk Bersama Cari Solusi
Dalam pernyataannya, Willy Aditya meminta BPJS Kesehatan dan Pemerintah Kabupaten Pamekasan segera duduk bersama untuk mencari solusi yang adil dan tidak merugikan masyarakat. Ia menilai persoalan tunggakan dapat diselesaikan tanpa harus mengorbankan hak warga terhadap pelayanan kesehatan.
“Kebutuhan iuran yang tertunggak masih bisa ditutupi dari mayoritas peserta aktif yang rutin membayar. Jangan sampai warga dijadikan korban akibat masalah administratif antara lembaga,” ujar Willy.
Ia menekankan pentingnya komunikasi dan transparansi antara BPJS dan pemerintah daerah agar persoalan serupa tidak terulang di kemudian hari. Menurutnya, pelayanan kesehatan tidak boleh dijadikan alat tekanan politik maupun administratif.
Negara Tidak Boleh Abai terhadap Hak Kesehatan
Lebih jauh, Willy menyoroti pentingnya negara memperkuat sistem jaminan sosial agar tidak terjadi diskriminasi dalam akses layanan publik. Ia menilai, keberadaan BPJS adalah wujud tanggung jawab negara terhadap rakyat, bukan sekadar instrumen pengelolaan dana.
“BPJS harus kembali ke semangat awal pembentukannya — yaitu sebagai lembaga jaminan sosial yang berpihak pada rakyat kecil. Jangan sampai prinsip gotong royong yang menjadi dasar BPJS berubah menjadi beban bagi masyarakat,” katanya.
Willy juga mengingatkan bahwa di tengah situasi ekonomi yang belum stabil, banyak masyarakat kelas bawah yang kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi membayar iuran BPJS secara rutin. Dalam konteks itu, menurutnya, negara harus hadir memberi solusi, bukan menambah beban.
Dorongan Reformasi Sistem BPJS
Kasus di Pamekasan ini, menurut Willy, harus menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengelolaan BPJS Kesehatan. Ia mendorong DPR dan pemerintah untuk memperkuat sistem regulasi agar kejadian serupa tidak merugikan rakyat di masa depan.
“Sudah saatnya kita mereformasi cara kerja BPJS. Harus lebih manusiawi, transparan, dan adaptif terhadap kondisi masyarakat di lapangan,” tandasnya.
Willy berharap, persoalan di Pamekasan bisa segera diselesaikan secara bijak agar pelayanan kesehatan warga kembali berjalan normal. “Jangan sampai warga kecil yang sakit menjadi korban karena urusan administratif yang seharusnya bisa diselesaikan tanpa memutus hak dasar mereka,” pungkasnya. (Red/CN)













